BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tanggung gugat perawat (accountability) dapat diartikan
sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar
dengan keputusan itu dengan konsekuensinya.
Tanggung gugat dapat diartika juga bentuk partisipasi
perawat dalam membuat suatu keputusan dan perawat hendaknya memilliki tangguug
gugat yang artinya apabila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan
berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan kegiatan
profesinnya dan perawat juga harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau
tindakan yang akan dilakukannya.
Dalam melakukan pengambilan keputusan etik, perawat
secara langsunng berhubungan dan berinteraksi kepada clien atau orang menerima
jasa pelayanan,dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang
tidak diingiankan baik sengaja maupun tidak sengaja,kondisi ini sering
menimbulkan konflik baik atau buruk pada diri pelaku dan clien.
Oleh karena itu,profesi keperawatan terus memenuhi
standar dan aturan yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang
perawat, guna memberi keputusan yang sesuai dengan standar yang harus di
penuhinya.
B.
Tujuan
1.
Mengetahui dan memahami apa itu keputusan etik.
2.
Mengetahui dan memahami tentang contoh tanggung gugat
perawat.
3. Mengetahui dan
memahami bagaimana cara memecahkan masalah tanggung gugat perawat.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Mengetahui apa itu keputusan etik?
2.
Memahami contoh tanggung gugat perawat?
3.
Memahami bagaimana cara memecahkan tanggung gugat
perawat?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tanggung Gugat
Seorang perawat memiliki tanggung
gugat untuk asuhan keperawatan yang diberikannya.
Tanggung gugat artinya dapat
memberikan alasan atas tindakannya. Seorang perawat bertanggung gugat atas
dirinya sendiri, klien, profesi, atasan dan masyarakat. Jika dosis medikasi
salah diberikan ,perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi
tersebut, dokter yang memprogamkan tindakan , perawat yang menetapkan standar
perilaku yang diharapkan ,serta masyarakat , yang semuanya menghendaki perilaku
profesional. Untuk dapat melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak
menurut kode etik professional. Jika suatu kesalahan terjadi, perawat
melaporkannya dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut.
Tanggung gugat memicu evaluasi efektivitas perawat dalam praktik . Tanggung
gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk
mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah ada.
2.
Untuk
mempertahankan standar perawatan kesehatan.
3.
Untuk
memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi pada pihak
professional perawatan kesehatan
4.
Untuk
memberikan dasar pengambilan keputusan etis.
Akontabiliti dapat diartikan
sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar
dengan keputusan itu
konsekuensi-konsekunsinya.
Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat
artinya bila ada
pihak yang menggugat
ia menyatakan siap
dan berani menghadapinya. Terutama
yang berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan
profesinya. Perawat harus mampu
untuk menjelaskan kegiatan atau
tindakan yang dilakukannya. Hal ini
bisa dijelaskan dengan mengajukan
tiga pertanyaan berikut :
1. Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan?
2. Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung
gugat?
3. Dengan kriteria apa saja tangung gugat
perawat diukur baik buruknya?
1.
Kepada
siapa tanggung gugat itu ditujukan
Sebagai
tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien,
sedangkan sebagai pekerja atau karyawan
perawat memilki tanggung jawab
terhadap direktur, sebagai
profesional perawat memilki
tanggung gugat terhadap
ikatan profesi dan
sebagai anggota team kesehatan
perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai
contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan
berdasarkan advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya
dari tindakan dan pengobatan yang diberikan
yang harus dibayarkan
ke pihak rumah
sakit. Dalam contoh
tersebut perawat memiliki
tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya.
2.
Apa
saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat
memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya
mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini
bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.
3.
Dengan
kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan perawat,
PPNI atau Asosiasi
perawat atau Asosiasi
Rumah sakit telah
menyusun standar yang
memiliki krirteria-kriteria tertentu
dengan cara membandingkan apa-apa
yang dikerjakan perawat dengan
standar yang tercantum.baik itu
dalam input, proses
atau outputnya. Misalnya
apakah perawat mencuci tangan
sesuai standar melalui 5
tahap yaitu.
Mencuci
kuku, telapak tangan, punggung tangan, pakai
sabun di air mengalir selama 3 kali
dsb.
Untuk dapat bertanggung gugat ,
perawat melakukan praktik dalam kode profesi. Tanggung gugat membutuhkan
evaluasi kinerja perawat dalam memberikan perawatan kesehatan. Joint Commision
on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) telah merekomendasikan
penerapan standar pemberian asuhan
keperawatan .Standar tersebut dikembangkan oleh ahli klinis, memberikan
struktur dasar dimana asuhan keperawatan secara objektif diukur. Standar
tersebut tidak membatasi kebutuhan rencana keperawatan individu, bahkan ,
perawat justru memasukkan standar tersebut kedalam rencana perawatan untuk setiap klien.
Tanggung gugat dapat dijamin dan diukur dengan lebih baik ketika “kualitas
perawatan” telah ditetapkan.Sebagian besar institusi menyandarkan panduan yang
ditawarkan berdasarkan standar JCAHO dan ANA.
B.
Jenis-Jenis Tanggung
Gugat
1.
Contractual Liability.
Tanggung gugat jenis ini muncul
karena adanya ingkar janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban
(prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya
hubungan kontraktual. Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik, kewajiban atau
prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider adalah berupa upaya
(effort), bukan hasil (result). Karena itu dokter atau tenaga kesehatan lain
hanya bertanggunggugat atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau
dengan kata lain, upaya medik yang dapat dikatagorikan sebagai civil
malpractice
2.
Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan
tanggung gugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi
atas perbuatan melawan hukum . Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas
pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau
kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang berlawanan dengan kesusilaan
yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad, 31 Januari 1919).
3.
Strict Liability
Tanggung gugat jenis ini sering
disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability whitout fault) mengingat
seseorang harus bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa;
baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence. Tanggung gugat
seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, dimana
produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk
yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan akan
kemungkinan terjadinya risiko tersebut
4.
Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul
akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya (subordinate).Dalam kaitannya
dengan pelayanan medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas
kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai
sub-ordinate (employee).
C.
Kelalaian Perawat
Beberapa
situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan
diantaranya yaitu :
- Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang
sering terjadi. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang
beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi,
diantaranya kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat,
obat diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut
akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
- Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam
melalaikan dalan melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat.
Padahal dapat saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan
dalam menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)
- Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien:
Kemunungkinan terjadi pada situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi
pasien tidak dapat secara rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).
- Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus
adanya benda atau alat kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat
operasi. Kelalaian ini juga kelalaian perawat, dimana peran perawat di
kamar operasi harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang
baik dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
- Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan:
Kondisi ini muncul karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul
karena asuhan keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan
dengan baik dan juga pengetahuan perawat terdahap asuhan keperawatan tidak
optimal.
- Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien:
Contoh yang sering ditemukan adalah
kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat
memperhatikan keamanan tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan
tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
D.
Dampak Kelalaian
1. Dampak
Kelalaian
2. Kelalaian yang
dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada
pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku
kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa
gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna,
2005).
3.
Bila dilihat dari segi etika praktek
keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral
praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence,
dan lainnya. (Kozier, 1991) dan
penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum
pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi
dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan, dan bila ini terjadi kelalaian dapat
digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
E.
Contoh Kasus Tanggung
gugat perawat
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang
206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh
perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic,
dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat makan, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi
pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N:
68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo,
mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab
pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore
hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah
itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat
Tn.T dirawat. Saat itu juga perawat yang
mendengar suara tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat
mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan
barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga
Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan adanya peristiwa itu keluarga juga
langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga
menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan
kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh,
tn.T mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak
ada pengangan pad tempat tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak
minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat
merapikan tempat tidur tn.T dan perawat memberikan obat injeksi untuk penurun
darah tinggi (captopril) tetapi perawat lupa memasng side drill tempat tidur
tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan
keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.
F.
Analisa Kasus
dan Pemecahan Masalah
Contoh kasus diatas merupakan salah
satu bentuk kasus kelalaian dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan,
seharusnya perawat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa
nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi
injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh anggota gerak
kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau menggerakan
tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa
kelalaian perawat dalam hal ini lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur
(side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril, sehingga dengan tidak
adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat
tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat –
pasien dan juga tenaga kesehatan lain tergambar pada bentuk pelayanan praktek
keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau ilmu keperawatan.
Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik
etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan,
perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek keperawatan
dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan, melakukan
kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejaterahan
serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat
dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari segi etik maka
penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini
dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian
dari segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran
pidana atau perdata atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum
atau pihak yang berkompeten dibidang hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka
kasus Tn.T, merupakan kelalaian dengan alasan, sebagai berikut:
1. Kasus kelalaian
Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan
kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak melakukan
tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian
perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance.
Terdapat
beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan keperawatan
dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a. Perawat tidak
kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
b. Perawat tidak
mengetahui SAK dan SOP
c. Perawat tidak
memahami standar praktek keperawatan
d. Rencana keperawatan yang dibuat
tidak lengkap
e. Supervise dari
ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan dengan baik
f. Tidak mempunyai
tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan
g. Kurangnya
komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal yang
penting.
h. Kurang atau
tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan
2. Dampak – dampak kelalaian
Dampak dari
kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan
pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan
organisasi profesi dan administrasi.
a. Terhadap Pasien
1) Terjadinya
kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah keperawatan baru
2) Biaya Rumah
Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
3) Kemungkinan terjadi
komplikasi atau munculnya masalah kesehatan atau keperawatan lainnya.
4) Terdapat
pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan sesuai dengan standar
yang benar.
5) Pasien dalam
hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit atau perawat secara
peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.
b. Perawat sebagai individu/pribadi
1) perawat tidak
dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi sendiri, karena telah
melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara lain:
a) Beneficience,
yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan pasien
b) Veracity, yaitu
tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan
oleh pasien dan keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c) Avoiding
killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan
menambah penderitaan pasien dan keluarga.
d) Fidelity, yaitu
perawat tidak setia pada komitmennya karena perawat tidak mempunyai rasa
“caring” terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu
menjadi dasar dari pemberian bantuan kepada pasien.
2) Perawat akan
menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan ganti rugi atas
kelalaiannya. Sesuai KUHP.
3) Terdapat unsur
kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat peringatan baik dari
atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.
c. Bagi Rumah Sakit
1) Kurangnya
kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan RS
2) Menurunnya
kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi misi Rumah Sakit
3) Kemungkinan RS
dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata karena melakukan kelalaian
terhadap pasien
4) Standarisasi
pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara administrasi dan
prosedural
d. Bagi profesi
1) Kepercayaan masyarakat terhadap
profesi keperawatan berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat
menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan
adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.
2) Masyarakat atau keluarga pasien akan
mempertanyakan mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan
keperawatan
3. Hal yang perlu
dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima pelayanan
asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
Bagi Profesi
atau Organisasi Profesi keperawatan :
a. Bagi perawat
secara individu harus melakukan tindakan keperawatan/praktek keperawatan dengan
kecermatan dan ketelitian tidak ceroboh.
b. Perlunya
standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi profesi dengan
jelas dan tegas.
c. Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan
yang menyeleksi perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan
melakukan praktek keperawatan.
d. Memberlakukan segala ketentuan/perundangan
yang ada kepada perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek
keperawatan sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan
hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.
Bagi Rumah Sakit dan Ruangan
a. Hendaknya Rumah
Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang telah ditetapkan oleh
profesi keperawatan
b. Rumah Sakit
dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada bidangnya secara
bertahap dan berkesinambungan.
c. Rumah
Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan yang jelas dan
sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
d. Perlunya
pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan dengan etik
dan hukum dalam keperawatan.
e. Ruangan rawat
harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan standar praktek
keperawatan.
f. Bidang
keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat yang melakukan
kelalaian.
g. Ruangan dan RS
bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan dan persiapan pembelaan
hukum bila ada tuntutan dari keluarga.
Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat
diatas, harus memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga,
perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana
padangan dari organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji
dan dilakukan testomoni atas kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa
Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila
membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat bantu yang
ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien
dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus
dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin
perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan yang berlaku, apa
perawat tersebut memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat
mempertanggung jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang
berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga
memberikan penjelasan apakah perawat yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut
telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan oleh profesi untuk
mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai
standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat
sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di
dan kedudukan RS terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus
diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan perawat melakukan kelalaian,
organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang jelas dan telah
diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai aturan hukum
yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan
praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya
kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir pelayanan praktek
keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan yang
dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan
standar yang berlaku.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tanggung gugat artinya dapat
memberikan alasan atas tindakannya. Seorang perawat bertanggung gugat atas
dirinya sendiri, klien, profesi, atasan dan masyarakat.
Penyelesaian kasus kelalaian
harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai kasus kriminal,
berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga
menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untu lebih
hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya.
Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.
B.
Saran
1.
Standar profesi keperawatan dan standar
kompetensi merupakan hal penting untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka
perlunya pemberlakuan standar praktek keperawatan secara Nasional dan
terlegalisasi dengan jelas.
2.
Perawat sebagai profesi baik perorangan
dan kelompok hendaknya memahami dan mentaati aturan perundang-undangan yang
telah diberlakukan di Indonesia, agar perawat dapat terhindar dari bentuk
pelanggaran baik etik dan hukum.
3.
Pemahaman dan bekerja dengan
kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja dengan cerobah, adalah cara
terbaik dalam melakukan praktek keperawatan sehingga dapat terhindar dari
kelalaian/malpraktek.
4.
Rumah Sakit sebagai institusi pengelola
layanan praktek keperawatan dan asuhan keperawatan harus memperjelas
kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan,
sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak
5. Penyelesaian
terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian adalah dengan jalan melakukan
penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh
tenaga perawat dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Priharjo
Robert. Pengantar Etika Keperawatan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta, 2006
Ismani
Nila, SKm. Etika Keperawatan. Penerbit Widya Medika. Jakarta, 2001
Jumadi
Gaffar La Ode, SKp. Pengantar Perawatan Professional .Penerbit
Buku Kedokteran ECG Jakarta
Sampurna, Budi .”Malf
Praktik “Medik dan Kelalaian Medik”, Universitas
Indonesia, Internet, Download 02 Desember 2014.
Soekanto,
Soerjono, Herkutanto. 1987. Pengantar
Hukum Kesehatan. Bandung : Remaja Karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar