Jumat, 05 Desember 2014

TANGGUNG GUGAT

BAB 1
PENDAHULUAN
A.          Latar Belakang
                        Tanggung gugat perawat (accountability) dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan itu dengan konsekuensinya.
                        Tanggung gugat dapat diartika juga bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan perawat hendaknya memilliki tangguug gugat yang artinya apabila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan kegiatan profesinnya dan perawat juga harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang akan dilakukannya.
                        Dalam melakukan pengambilan keputusan etik, perawat secara langsunng berhubungan dan berinteraksi kepada clien atau orang menerima jasa pelayanan,dan pada saat interaksi inilah sering timbul beberapa hal yang tidak diingiankan baik sengaja maupun tidak sengaja,kondisi ini sering menimbulkan konflik baik atau buruk pada diri pelaku dan clien.
                        Oleh karena itu,profesi keperawatan terus memenuhi standar dan aturan yang didasari oleh ilmu pengetahuan yang dimiliki seorang perawat, guna memberi keputusan yang sesuai dengan standar yang harus di penuhinya.








B.          Tujuan
1.     Mengetahui dan memahami apa itu keputusan etik.
2.     Mengetahui dan memahami tentang contoh tanggung gugat perawat.
3.     Mengetahui dan memahami bagaimana cara memecahkan masalah tanggung gugat perawat.
C.          Rumusan Masalah
1.   Mengetahui apa itu keputusan etik?
2.   Memahami contoh tanggung gugat perawat?
3.   Memahami bagaimana cara memecahkan tanggung gugat perawat?
















BAB II
PEMBAHASAN
A.          Tanggung Gugat
               Seorang perawat memiliki tanggung gugat untuk asuhan keperawatan yang diberikannya.
               Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya. Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan dan masyarakat. Jika dosis medikasi salah diberikan ,perawat bertanggung gugat pada klien yang menerima medikasi tersebut, dokter yang memprogamkan tindakan , perawat yang menetapkan standar perilaku yang diharapkan ,serta masyarakat , yang semuanya menghendaki perilaku profesional. Untuk dapat melakukan tanggung gugat, perawat harus bertindak menurut kode etik professional. Jika suatu kesalahan terjadi, perawat melaporkannya dan memulai perawatan untuk mencegah trauma lebih lanjut. Tanggung gugat memicu evaluasi efektivitas perawat dalam praktik . Tanggung gugat professional memiliki tujuan sebagai berikut :
1.     Untuk mengevaluasi praktisi professional baru dan mengkaji ulang yang telah ada.
2.     Untuk mempertahankan standar perawatan kesehatan.
3.     Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran etis dan pertumbuhan pribadi pada pihak professional perawatan kesehatan
4.     Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan etis.
               Akontabiliti dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan  belajar  dengan  keputusan  itu  konsekuensi-konsekunsinya.  Perawat  hendaknya  memiliki tanggung  gugat  artinya  bila  ada  pihak  yang  menggugat  ia  menyatakan  siap  dan  berani menghadapinya.  Terutama  yang  berkaitan  dengan  kegiatan-kegiatan  profesinya.  Perawat  harus mampu  untuk menjelaskan  kegiatan  atau  tindakan  yang  dilakukannya. Hal  ini  bisa  dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut :
1.  Kepada siap tanggung gugat itu ditujukan?
2.  Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
3.  Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?

1.     Kepada siapa tanggung gugat itu ditujukan
Sebagai tenaga perawat kesehatan prawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, sedangkan sebagai pekerja  atau karyawan perawat memilki  tanggung  jawab  terhadap direktur,  sebagai profesional  perawat  memilki  tanggung  gugat  terhadap  ikatan  profesi  dan  sebagai  anggota team kesehatan perawat memiliki tanggung gugat terhadap ketua tim biasanya dokter sebagai contoh perawat memberikan injeksi terhadap klien. Injeksi ditentukan berdasarkan advis dan kolaborasi dengan dokter, perawat membuat daftar biaya dari tindakan dan pengobatan yang diberikan  yang  harus  dibayarkan  ke  pihak  rumah  sakit.  Dalam  contoh  tersebut  perawat memiliki tanggung gugat terhadap klien, dokter, RS dan profesinya. 

2.     Apa saja dari perawat yang dikenakan tanggung gugat?
Perawat memilki tanggung gugat dari seluruh kegitan professional yang dilakukannya mulai dari mengganti laken, pemberian obat sampai persiapan pulang. Hal ini bisa diobservasi atau diukur kinerjanya.

3.     Dengan kriteria apa saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya?
Ikatan  perawat,  PPNI  atau  Asosiasi  perawat  atau  Asosiasi  Rumah  sakit  telah  menyusun standar  yang memiliki  krirteria-kriteria  tertentu  dengan  cara membandingkan  apa-apa  yang dikerjakan  perawat  dengan  standar  yang  tercantum.baik  itu  dalam  input,  proses  atau outputnya. Misalnya  apakah  perawat mencuci  tangan  sesuai  standar melalui  5  tahap  yaitu.
Mencuci kuku,  telapak  tangan, punggung  tangan, pakai  sabun di air mengalir  selama 3 kali dsb.
               Untuk dapat bertanggung gugat , perawat melakukan praktik dalam kode profesi. Tanggung gugat membutuhkan evaluasi kinerja perawat dalam memberikan perawatan kesehatan. Joint Commision on Accreditation of Healthcare Organization (JCAHO) telah merekomendasikan penerapan standar  pemberian asuhan keperawatan .Standar tersebut dikembangkan oleh ahli klinis, memberikan struktur dasar dimana asuhan keperawatan secara objektif diukur. Standar tersebut tidak membatasi kebutuhan rencana keperawatan individu, bahkan , perawat justru memasukkan standar tersebut kedalam  rencana perawatan untuk setiap klien. Tanggung gugat dapat dijamin dan diukur dengan lebih baik ketika “kualitas perawatan” telah ditetapkan.Sebagian besar institusi menyandarkan panduan yang ditawarkan berdasarkan standar JCAHO dan ANA.

B.          Jenis-Jenis Tanggung Gugat
1.      Contractual Liability. 
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual. Dalam kaitannya dengan hubungan terapetik, kewajiban atau prestasi yang harus dilaksanakan oleh health care provider adalah berupa upaya (effort), bukan hasil (result). Karena itu dokter atau tenaga kesehatan lain  hanya bertanggunggugat atas upaya medik yang tidak memenuhi standar, atau dengan kata lain, upaya medik yang dapat dikatagorikan sebagai civil malpractice
2.      Liability in Tort
Tanggung gugat jenis ini merupakan tanggung gugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual obligation, tetapi atas perbuatan melawan hukum . Pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan dengan hukum, kewajiban hukum diri sendiri atau kewajiban hukum orang lain saja tetapi juga yang berlawanan dengan kesusilaan yang baik & berlawanan dengan ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda orang lain (Hogeraad, 31 Januari 1919).
3.      Strict Liability 
Tanggung gugat jenis ini sering disebut tanggung gugat tanpa kesalahan (liability whitout fault) mengingat seseorang harus bertanggung jawab meskipun tidak melakukan kesalahan apa-apa; baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun negligence. Tanggung gugat seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of commerce, dimana produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka akibat produk yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan akan kemungkinan terjadinya risiko tersebut
4.      Vicarious Liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya (subordinate).Dalam kaitannya dengan pelayanan medik maka RS (sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang bekerja dalam kedudukan sebagai sub-ordinate (employee).

C.          Kelalaian Perawat
                       Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian dalam keperawatan diantaranya yaitu :
  1. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan tersebut akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan kematian.
  2. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan dalan melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat. Padahal dapat saja keluhan pasien menjadi data yang dapat dipergunakan dalam menentukan masalah pasien dengan tepat (Kozier, 1991)
  3. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemunungkinan terjadi pada situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat secara rinci diperhatikan. (Kozier, 1991).
  4. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau alat kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian ini juga kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
  5. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini muncul karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena asuhan keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan dengan baik dan juga pengetahuan perawat terdahap asuhan keperawatan tidak optimal.
  6. Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh yang sering ditemukan adalah  kejadian pasien jatuh yang sesungguhnya dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan tempat tidur pasien.  Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
D.          Dampak Kelalaian
1.   Dampak Kelalaian
2.   Kelalaian yang dilakukan oleh perawat akan memberikan dampak yang luas, tidak saja kepada pasien dan keluarganya, juga kepada pihak Rumah Sakit, Individu perawat pelaku kelalaian dan terhadap profesi. Selain gugatan pidana, juga dapat berupa gugatan perdata dalam bentuk ganti rugi. (Sampurna, 2005).
3.   Bila dilihat dari segi etika praktek keperawatan, bahwa kelalaian merupakan bentuk dari pelanggaran dasar moral praktek keperawatan baik bersifat pelanggaran autonomy, justice, nonmalefence, dan lainnya. (Kozier, 1991) dan penyelesainnya dengan menggunakan dilema etik. Sedangkan dari segi hukum pelanggaran ini dapat ditujukan bagi pelaku baik secara individu dan profesi dan juga institusi penyelenggara pelayanan praktek keperawatan,  dan bila ini terjadi kelalaian dapat digolongan perbuatan pidana dan perdata (pasal 339, 360 dan 361 KUHP).
E.          Contoh Kasus Tanggung gugat perawat
Tn.T umur 55 tahun, dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit AA, tn.T dirawat memasuki hari ketujuh perawatan. Tn.T dirawat di ruang tersebut dengan diagnosa medis stroke iskemic, dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, tidak dapat makan,  TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt. Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan Kesadaran compos mentis, TD: 150/100, N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Tetapi saat sore hari sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat.  Saat itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, saat itu perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempatt tidurnya dengan barang-barang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi tn.T, keluarga juga terkejut dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada tn.T kenapa bapak jatuh, tn.T mengatakan ”saya akan mengambil minum tiba-tiba saya jatuh, karena tidak ada pengangan pad tempat tidurnya”, perawat bertanya lagi, kenapa bapak tidak minta tolong kami ” saya pikir kan hanya mengambil air minum”.
Dua jam sebelum kejadian, perawat merapikan tempat tidur tn.T dan perawat memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat lupa memasng side drill tempat tidur tn.T kembali. Tetapi saat itu juga perawat memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil perawat dengan alat yang tersedia.

F.           Analisa Kasus dan Pemecahan Masalah
Contoh kasus diatas merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pasien (Tn.T). rasa nyaman dan aman salah satunya dengan menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini lupa atau tidak memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril, sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat – pasien dan juga tenaga kesehatan lain tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar praktek atau ilmu keperawatan. Pada praktek keperawatan, perawat dituntut untuk dapat bertanggung jawab baik etik, disiplin dan hukum. Dan prinsipnya dalam melakukan praktek keperawatan, perawat harus menperhatikan beberapa hal, yaitu: Melakukan praktek keperawatan dengan ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktek keperawatan, melakukan kegiatan sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejaterahan serta kesembuhan pasien sebagai tujuan praktek.
Kelalaian implikasinya dapat dilihat dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya dan ini membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang hukum.
 Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan kelalaian dengan alasan, sebagai berikut:
1.     Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance.
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a.      Perawat tidak kompeten (tidak sesuai dengan kompetensinya)
b.     Perawat tidak mengetahui SAK dan SOP
c.      Perawat tidak memahami standar praktek keperawatan
d.     Rencana keperawatan yang dibuat tidak lengkap
e.      Supervise dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan dengan baik
f.      Tidak mempunyai tool evaluasi yang benar dalam supervise keperawatan
g.     Kurangnya komunikasi perawat kepada pasien dan kelaurga tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan perawatan pasien. Karena kerjasama pasien dan keluarga merupakan hal yang penting.
h.     Kurang atau tidak melibatkan keluarga dalam merencanakan asuhan keperawatan
2.     Dampak – dampak kelalaian
Dampak dari kelalaian secara umum dapat dilihat baik sebagai pelanggaran etik dan pelanggaran hukum, yang jelas mempunyai dampak bagi pelaku, penerima, dan organisasi profesi dan administrasi.
a.    Terhadap Pasien
1)  Terjadinya kecelakaan atau injury dan dapat menimbulkan masalah keperawatan baru
2)  Biaya Rumah Sakit bertambah akibat bertambahnya hari rawat
3)  Kemungkinan terjadi komplikasi atau munculnya masalah kesehatan atau keperawatan lainnya.
4)  Terdapat pelanggaran hak dari pasien, yaitu mendapatkan perawatan sesuai dengan standar yang benar.
5)  Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang berlaku, yaitu KUHP.
b.   Perawat sebagai individu/pribadi
1)  perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan, antara lain:
a)   Beneficience, yaitu tidak melakukan hal yang sebaiknya dan merugikan pasien
b)  Veracity, yaitu tidak mengatakan kepada pasien tentang tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pasien dan keluarga untuk dapat mencegah pasien jatuh dari tempat tidur
c)   Avoiding killing, yaitu perawat tidak menghargai kehidupan manusia, jatuhnya pasien akan menambah penderitaan pasien dan keluarga.
d)  Fidelity, yaitu perawat tidak setia pada komitmennya karena perawat tidak mempunyai rasa “caring” terhadap pasien dan keluarga, yang seharusnya sifat caring ini selalu menjadi dasar dari pemberian bantuan kepada pasien.
2)  Perawat akan menghadapai tuntutan hukum dari keluarga pasien dan ganti rugi atas kelalaiannya. Sesuai KUHP.
3)  Terdapat unsur kelalaian dari perawat, maka perawat akan mendapat peringatan baik dari atasannya (Kepala ruang – Direktur RS) dan juga organisasi profesinya.
c.    Bagi Rumah Sakit
1)  Kurangnya kepercayaan masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan RS
2)  Menurunnya kualitas keperawatan, dan kemungkinan melanggar visi misi Rumah Sakit
3)  Kemungkinan RS dapat dituntut baik secara hukum pidana dan perdata karena melakukan kelalaian terhadap pasien
4)  Standarisasi pelayanan Rumah Sakit akan dipertanyakan baik secara administrasi dan prosedural
d.   Bagi profesi
1)  Kepercayaan masyarakat terhadap profesi keperawatan berkurang, karena menganggap organisasi profesi tidak dapat menjamin kepada masyarakat bahwa perawat yang melakukan asuhan keperawatan adalah perawat yang sudah kompeten dan memenuhi standar keperawatan.
2)   Masyarakat atau keluarga pasien akan mempertanyakan mutu dan standarisasi perawat yang telah dihasilkan oleh pendidikan keperawatan
3.     Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
Bagi Profesi atau Organisasi Profesi keperawatan :
a.    Bagi perawat secara individu harus melakukan tindakan keperawatan/praktek keperawatan dengan kecermatan dan ketelitian tidak ceroboh.
b.   Perlunya standarisasi praktek keperawatan yang di buat oleh organisasi profesi dengan jelas dan tegas.
c.     Perlunya suatu badan atau konsil keperawatan yang menyeleksi perawat yang sebelum bekerja pada pelayanan keperawatan dan melakukan praktek keperawatan.
d.    Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan hukum, missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.
           



            Bagi Rumah Sakit dan Ruangan
a.    Hendaknya Rumah Sakit melakukan uji kompetensi sesuai standarisasi yang telah ditetapkan oleh profesi keperawatan
b.   Rumah Sakit dalam hal ini ruangan rawat melakukan uji kompetensi pada bidangnya secara bertahap dan berkesinambungan.
c.    Rumah Sakit/Ruang rawat dapat melakukan system regulasi keperawatan yang jelas dan sesuai dengan standar, berupa registrasi, sertifikasi, lisensi bagi perawatnya.
d.   Perlunya pelatihan atau seminar secara periodic bagi semua perawat berkaitan dengan etik dan hukum dalam keperawatan.
e.    Ruangan rawat harus membuat SAK atau SOP yang jelas dan sesuai dengan standar praktek keperawatan.
f.    Bidang keperawatan/ruangan dapat memberikan pembinaan kepada perawat yang melakukan kelalaian.
g.   Ruangan dan RS bekerjasama dengan organisasi profesi dalam pembinaan dan persiapan pembelaan hukum bila ada tuntutan dari keluarga.

Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas, harus memperhatikan berbagai hal baik dari segi pasien dan kelurga, perawat secara perorangan, Rumah Sakit sebagai institusi dan juga bagaimana padangan dari organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testomoni atas kejadian tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan kelurga telah diberikan penjelasan oleh perawat sebelum, bila membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan menggunakan alat bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut kompeten dan sudah memiliki Surat ijin perawat, atau lainnya sesuai ketentuan perudang-undangan yang berlaku, apa perawat tersebut memang kompete dan telah sesuai melakukan praktek asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T.
Tetapi bagaimanapun perawat harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan perundangan yang berlaku.

Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana Hubungan perawat sebagai pemberi praktek asuhan keperawatan di  dan kedudukan RS terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan tindakan praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktek bukanlah penilaian atas hasil akhir pelayanan praktek keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis dibandingkan dengan standar yang berlaku.  










BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
               Tanggung gugat artinya dapat memberikan alasan atas tindakannya. Seorang perawat bertanggung gugat atas dirinya sendiri, klien, profesi, atasan dan masyarakat.                  
               Penyelesaian kasus kelalaian harus dilihat sebagai suatu kasus profesional bukan sebagai kasus kriminal, berbeda dengan perbuatan/kegiatan yang sengaja melakukan kelalaian sehingga menyebabkan orang lain menjadi cedera dll. Disini perawat dituntut untu lebih hati-hati, cermat dan tidak cerobah dalam melakukan praktek keperawatannya. Sehingga pasien terhindar dari kelalaian.
B.          Saran
1.     Standar profesi keperawatan dan standar kompetensi merupakan hal penting untuk menghindarkan terjadinya kelalaian, maka perlunya pemberlakuan standar praktek keperawatan secara Nasional dan terlegalisasi dengan jelas.
2.     Perawat sebagai profesi baik perorangan dan kelompok hendaknya memahami dan mentaati aturan perundang-undangan yang telah diberlakukan di Indonesia, agar perawat dapat terhindar dari bentuk pelanggaran baik etik dan hukum.
3.     Pemahaman dan bekerja dengan kehati-hatian, kecermatan, menghindarkan bekerja dengan cerobah, adalah cara terbaik dalam melakukan praktek keperawatan sehingga dapat terhindar dari kelalaian/malpraktek.
4.     Rumah Sakit sebagai institusi pengelola layanan praktek keperawatan dan asuhan keperawatan harus memperjelas kedudukannya dan hubungannya dengan pelaku/pemberi pelayanan keperawatan, sehingga dapat diperjelas bentuk tanggung jawab dari masing-masing pihak
5.     Penyelesaian terbaik dalam menghadapi masalah kelalaian adalah dengan jalan melakukan penilaian atas sikap dan tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga perawat dan dibandingkan dengan standar yang berlaku.

                   



























DAFTAR PUSTAKA
Priharjo Robert. Pengantar Etika Keperawatan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta, 2006

Ismani Nila, SKm. Etika Keperawatan. Penerbit Widya Medika. Jakarta, 2001

Jumadi Gaffar La Ode, SKp. Pengantar Perawatan Professional .Penerbit Buku Kedokteran ECG Jakarta
Sampurna, Budi .”Malf
Praktik “Medik dan Kelalaian Medik”, Universitas Indonesia, Internet, Download 02 Desember 2014.
Soekanto, Soerjono, Herkutanto. 1987. Pengantar Hukum Kesehatan. Bandung : Remaja Karya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar