BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama
dibidang biologi dan kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau
dilema etika kesehatan yang sebagian besar belum teratasi ( catalano,
1991).
Etika adalah peraturan atau norma
yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan dengan
tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang dan merupakan suatu
kewajiban dan tanggungjawanb moral.(Nila Ismani, 2001)
Etik merupakan suatu pertimbangan
yang sistematis tentang perilaku benar atau salah ,kebajikan atau kejahatan
yang berhubungan dengan perilaku .Etia merupakan aplikasi atau penerapan teori
tentang filosofi moral kedalam situasi nyata dan berfokus pada prinsip-prinsip
dan konsep yang membimbing manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupannya
yang dilandasinoleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang menggunakan
istilah etis untuk menggambarkan etika suatu profesi dalam hubungannya dengan
kode etik professional seperti Kode Etik PPNI .
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan
seseorang tentang penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang
mengarah pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi
adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan sebagai
perilaku personal
Moral hampir sama dengan etika,
biasanya merujuk pada standar personal tentang benar atau salah. Hal ini sangat
penting untuk mengenal antara etika dalam agama, hukum, adat dan praktek
professional
Perawat atau bidan memiliki komitmen
yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar
perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional.Pengetahuan tentang
perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat atau bidan, dan berlanjut pada
diskusi formal maupun informal dengan sejawat atau teman.Perilaku yang etis
mencapai puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan
keputusan yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini,
perawat seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan
prinsip dan pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan .
1.2. Tujuan
1. Mengetahui
dan memahami permasalahan etika dalam bidang kesehatan.
2. Mengetahui
dan memahami beberapa permasalahan dasar etika kesehatan.
3. Mengetahui
dan memahami pembuatan keputusan etis.
4. Mengetahui
dan memahami kerangka pembuatan keputusan etis.
1.3. Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian permasalahan etika dalam bidang kesehatan ?
2. Apa
sajakah permasalahan dasar etika kesehatan ?
3. Bagaimanakah
dalam pembuatan keputusan etis ?
4. Bagaimanakah
kerangka pembuatan keputusan etis ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Permasalahan Etika di Bidang Kesehatan
Kemajuan ilmu dan
teknologi terutama di bidang biologi dan kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etika
kesehatan yang sebagian besar belum teratasi ( catalano, 1991).
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang berkaitan
dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. (Nila Ismani, 2001) dan berfokus pada
prinsip-prinsip dan konsep yang membimbing manusia berpikir dan bertindak dalam
kehidupannya yang dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak pihak yang
menggunakan istilah etik untuk mengambarkan etika suatu profesi dalam
hubungannya dengan kode etik profesional
seperti Kode Etik PPNI atau IBI.
Perawat memiliki
komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan yang berkualitas berdasarkan standar
perilaku yang etis dalam praktek asuhan profesional.Pengetahuan tentang
perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat, dan berlanjut pada diskusi
formal maupun informal dengan sejawat atau teman. Perilaku yang etis mencapai
puncaknya bila perawat mencoba dan mencontoh perilaku pengambilan keputusan
yang etis untuk membantu memecahkan masalah etika. Dalam hal ini, perawat
seringkali menggunakan dua pendekatan: yaitu pendekatan berdasarkan prinsip dan
pendekatan berdasarkan asuhan keperawatan.
Masalah-Masalah Etika
Dalam Bidang Kesehatan
Menurut Ellis, Hartley (1980) masalah etika dalam bidang kesehatan meliputi:
1.
Evaluasi diri
Evaluasi diri mempunyai hubungan erat
dengan pengembangan karier, aspek hukum dan pendidikan berkelanjutan.Merupakan tanggung
jawab etika bagi semua perawat.Dengan evaluasi diri perawat dapat mengetahui
kelemahan, kekurangan, dan kelebihannya sebagai perawat praktisi. Evaluasi diri
mirip salah satu cara melindungi klien dari pemberian perawatan yang buruk.
Ellis dan Hartley, menyatakan bahwa
evaluasi diri terkadang tidak mudah dilakukan oleh beberapa perawat. Evaluasi
diri sebaiknya dilakukan secara periodik Eavaluasi diri dilakukan agar perawat
menjadi istimewa atau kompeten dl memberikan asuhan keperawatan
2.
Evaluasi Kelompok
Tujuan evaluasi kelompok untuk
mempertahankan konsistensi kualitas asuhan keperawatan yang baik, yang
merupakan tanggung jawab etis.Evaluasi kelompok dapat dilakukan secara formal
dan informal.Evaluasi secara informal contoh dengan observasi langsung saat
tindakan atau mengamati perilaku sesama rekan.Masalah etika muncul saat perawat
mengamati rekan kerjanya yang berperilaku tidak sesuai standar. Evaluasi
kelompok secara formal merupakan tanggung jawab etis perawat dan organisasi
profesi Dasar untuk melakukan evaluasi asuhan keperawatan adalah standar
praktek keperawatan yg digunakan untuk mengevaluasi proses
Dasar untuk evaluasi perawatan klien
digunakan kriteria hasil.Secara Formal metode evaluasi kelompok meliputi
konfrensi yang membahas berbagai hal yang diamati, wawancara dengan klien atau
staf, observasi langsung pada klien dan audit keperawatan berdasarkan catatan
klien.
3.
Tanggung jawab
terhadap peralatan dan barang.
Para tenaga kesehatan seringkali membawa
pulang barang-barang kecil seperti kassa, kapas, lar. antiseptik, dan
lain-lain. Sebagian dari mereka tidak tahu apakah hal itu benar atau salah.
Bila hal tersebut dibiarkan rumah sakit akan rugi, dan beban pada klien lebih
berat.
Perawat harus dapat memberi penjelasan
pada orang lain atau tenaga kesehatan bahwa mengambil barang walaupun kecil
secara etis tidak dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung
jawab terhadap peralatan dan barang di tempat kerja.
4.
Merekomendasikan klien
pada dokter
Perawat dapat memberikan informasi ttg
berbagai altenatif, misalnya bila seorang klien ingin memeriksa ke dokter ahli
kandungan, perawat dapat menyebutkan tiga nama dokter dengan beberapa informasi
penting alternative lain tentangg keahlian dan pendekatan yang dipakai dokter
pada klien. Secara hukum perawat tidak boleh memberikan kritik tentang dokter
kepada klien.
5.
Menghadapi asuhan
keperawatan yg buruk
Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk
membantu pencapaian kesejahteraan klien.Perawat harus mampu mengenal atau
tanggap bila bila ada asuhan keperawatan yang buruk serta berupaya untuk
mengubah keadaan tersebut.Ellis & Hartley (1980) menjelaskan beberapa
tahap yang dapat dilakukan bila perawat menghadapi asuhan yang buruk.
Tahapan-tahapannya
yaitu:
a.
Pertama, mengumpulkan
informasi yang lengkap dan sah, jangan membuat keputusan berdasarkan gosip,
umpatan atau dari satu pihak
b.
Kedua, mengetahui
siapa saja pembuat keputusan atau yang memiliki pengaruh terhadap terjadinya
perubahan.
c.
membawa masalah
kepada pengawas terbawah. Namum belum tentu masalah ini akan dihiaraukan
oleh pengawas.
Pendekatan awal mis:
secara sukarela menjadi anggota panitia penilai kelompok. Pendekatan awal
lainnya dengan menggunakan sisitem informal, yaitu dengan cara mendiskusikan
masalah dengan orang yang dipercaya dan berpengaruh dalam system. Bila scr
informal td berhasil lakukan pendekatan formal melalui jalur resmi.
6.
Masalah antara peran
merawat dan mengobati
Peran perawat secara formal adalah
memberikan asuhan keperawatan.Berbagai faktor menyebabkan peran perawat menjadi
kabur dengan peran mengobati. Hal ini banyak dialami di Indonesia, terutama
perawat di puskesmas
Hasil penelitian Sciortino (1992)
menunjukkan pertentangan antara peran formal dan aktual perawat merupakan salah
satu contoh nyata bagaimana transmisi yang terganggu antara tingkat nasional
dan lokal dapat mempengaruhi fungsi pelayanan. Perawat tidak melakukan apa yang
secara formal diharapkan dan telah diajarkan kepada mereka. Perawat dalam melaksanakan
tugas delegatif yaitu dalam pelayanan pengobatan, secara hukum tidak
dilindungi.
Perawat yg akan ditugaskn di unit
pelayanan (PKM, BP) yang belum ada tenaga medis, perlu diberikan surat tugas
serta uraian tugas yang jelas dari pimpinan. Merupakan aspek legal dalam
memberikan pelayanan.
Menurut Bandman dan
Bandman (1990), masalah etika kesehatan secara umum sebagai berikut :
1. Kuantitas melawan kualitas hidup
Teknologi
saat ini telah mampu mendeteksi kondisi kesehatan manusia bahkan sejak manusia
tersebut masih berupa janin. Maka tidak mengherankan dengan berbagai cara
seseorang mampu menciptakan manusia dengan kualitas yang unggul. Namun
permasalahan moral yang timbul kemudian adalah jika janin sudah terbentuk dan
ternyata dideteksi memiliki penyakit atau jenis kecacatan tertentu atau
bagaimana jika ada orang yang terdeteksi menderita penyakit kronis tertentu
seperti kanker, apakah harus diakhiri kehidupannya agar tidak menimbulkan
penderitaan lebih lanjut?atau bagaimana orang yang menderita penyakit kanker
tersebut, justru mendorongnya untuk melakukan tindakan nekat untuk mengakhiri
hidupnya sebelum penyakit tersebut mambunuhnya terlebih dahulu?
Hal-hal
semacam ini memerlukan pemikiran yang bijaksana pada para pelaku profesi di
bidang kesehatan, untuk menentukan mana yang lebih baik bagi pasiennya tanpa
menimbulkan akibat yang lebih jauh.Kekurangan dan kelebihan, kehidupan dan
kematian bukanlah permainan teknologi namun harus diputuskan dengan
pertimbangan-pertimbangan yang cukup dan memiliki alasan yang dapat diterima
baik secara ilmiah, moral maupun etika.
Contoh Masalahnya
: seorang ibu minta perawat untuk melepas semua selang yang dipasang pada
anaknya yang berusia 14 tahun, yang telah koma selama 8 hari. Dalam keadaan
seperti ini, perawat menghadapi permasalahan tentang posisi apakah yang
dimilikinya dalam menentukan keputusan secara moral. Sebenarnya perawat berada
pada posisi permasalahan kuantitas melawan kuantitas hidup, karena keluarga
pasien menanyakan apakah selang-selang yang dipasang hampir pada semua bagian
tubuh dapat mempertahankan pasien untuk tetap hidup.
2.
Kebenaran melawan penanganan dan pencegahan bahaya
Seseorang
terkena virus menular yang mematikan.Untuk menghindari penularan lebih lanjut
maka pasien tersebut di isolasi untuk melindungi kepentingan banyak
orang.Keputusan ini tampak adil bagi semua pihak, namun tidak bagi mereka yang
mengalami perlakuan isolasi.
Kasus
semacam ini tentu saja tidak mudah bagi semua pihak untuk mendapatkan
penyelesaian yang memuaskan, namun didalam mengatasinya ada aspek-aspek
universal yang harus ditaati oleh semua pihak.
Contoh
masalahnya : seorang pasien berusia lanjut yang menolak untuk mengenakan sabuk
pengaman sewaktu berjalan. Ia ingin berjalan dengan bebas. Pada situasi ini,
perawat pada permasalahan upaya menjaga keselamatan pasien yang bertentangan
dengan kebebasan pasien.
3.
Berkata jujur melawan kebohongan
Berkata
jujur adalah kaidah moral yang utama dalam semua sendi kehidupan.Namun
kejujuran yang diharapkan didalam menyelesaikan permasalahan etis bukanlah
kejujuran yang bersifat naïf namun menuntut kedewasaan serta
pertimbangan-pertimbangan yang bijaksana dimana setiap keputusan untuk berkata
jujur sepenuhnya harus dipikirkan dampaknya.Contoh yang paling sering dilihat
adalah wajib simpan rahasia kedokteran.
Contoh masalahnya : seorang perawat yang mendapati teman
kerjanya menggunakan narkotika. Dalam posisi ini, perawat tersebut berada pada
masalah apakah ia akan mengatakan hal ini secara terbuka atau diam, karena
diancam akan dibuka rahasia yang dimilikinya bila melaporkan hal tersebut pada
orang lain.
4.
Hasrat terhadap ilmu pengetahuan yang bertentangan dengan agama dan
ideologi
Beberapa
terobosan baru di bidang kesehatan tidak hanya menggegerkan dunia kedokteran
namun hal-hal yang berkaitan dengan agama.Contohnya adalah fertilisasi in-vitro
atau bayi tabung.Oleh sebagian agama hal ini dianggap sebagai campur tangan
manusia terhadap hubungan sakral perkawinan antara manusia yang disaksikan
Tuhan. Sehingga anak yang dihasilkan dengan cara ini dianggap menyalahi hukum
kodrat dan mendahului kuasa Tuhan.
Contoh masalahnya : seorang pasien yang memilih
penghapusan dosa daripada berobat ke dokter.
5.
Terapi ilmiah melawan terapi tradisional
Akupuntur,
pengobatan herbal dan massage adalah jenis terapi tradisional yang
telah umum dikenal berabad-abad lamanya sebelum ilmu kedokteran modern muncul
dan memberi pengaruh yang besar terhadap perkembangan ilmu kesehatan.Namun
masih menggunakan unsur-unsur magis yang secara ilmiah sulit diterima.
Permasalahan
yang muncul kemudian adalah bahwa jika ternyata terapi tradisional ini tidak
kalah efektif dibandingkan dengan terapi ilmiah kedokteran.Namun dihadapan
hukum keduanya memilki perlakuan yang berbeda.Begitupun dengan masalah kode
etik.Dokter, perawat dan bidan memilki organisasi profesi dengan seperangkat
aturan tertentu yang mampu melindungi mereka dari tuntutan hukum, sementara
para ahli terapis tidak memiliki organisasi profesi yang mampu membela
kepentingannya, sehingga apabila terjadi malpraktek maka kredibilitasnya selalu
menjadi pertanyaan yang utama.
Contoh masalahnya : di Irian Jaya, sebagian masyarakat
melakukan tindakan untuk mengatasi nyeri dengan daun-daun yang sifatnya gatal.
Mereka percaya bahwa pada daun tersebut terdapat miang yang dapat melekat dan
menghilangkan rasa nyeri bila dipukul-pukulkan dibagian tubuh yang sakit.
Permasalahan etika dalam praktek kesehatan memiliki cakupan yang sangat luas. Namun yang akan dibahas disini adalah masalah etika biomedis dan bioetis. Bioetis adalah ilmu yang mempelajari masalah – masalah yang timbul akibat kemajuan ilmu pengetahuan terutama di bidang biologi dan kedokteran. Ada beberapa masalah penting yang tercakup di dalam bioetis ini:
1. Kloning
Kemajuan
di bidang genetika dan biologi reproduksi telah memungkinkan rekayasa duplikasi
atau multiplikasi.Tujuannya :
a)
Memberi harapan pada pasangan suami-istri untuk mendapatkan anak dengan
kualitas unggul
b)
Menyediakan jaringan atau organ fetus untuk transplantasi
c)
Memperoleh anak dengan ciri-ciri yang sama dengan kakaknya yang mungkin
meninggal waktu masih kecil
d)
Membuat genotipus yang dianggap unggul sebanyak-banyaknya
e)
Merealisasikan teori dan memuaskan rasa ingin tahu ilmiah
f)
Memperoleh orang dengan jumlah banyak untuk pekerjaan yang sama dengan
cirri-ciri tertentu.
Namun
dampak yang ditimbulkan baik secara moral terutama agama dan
etika membuat manusia harus mempertimbangkan lebih jauh dalam
mengembangkan teknologi ini.
2. Fertilisasi
in-vitro
Merupakan
metode konsepsi yang memberikan harapan bagi pasangan yang tidak subur untuk
memiliki keturunan dengan cara mempertemukan sel telur dan sperma di luar
hubungan suami-istri yang semestinya terjadi. Pertemuan ini dilakukan di laboratorium
dan ketika telah menjadi zigot ditanamkan kembali ke rahim ibunya dengan
harapan dapat terjadi kehamilan.
Di
Indonesia fertilisasi in-vitro hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri
yang sah, dan baik sperma maupun sel telur yang digunakan juga harus dari
pasangan tersebut.Sedangkan dengan menggunakan donor, secara hukum dan etika
masih tidak dapat diterima.
Selain
itu, ada juga Inseminasi artifisal yang merupakan prosedur untuk menimbulkan
kehamilan dengan cara mengumpulkan sperma dari seorang pria yang kemudian
dimasukan ke dalam vagina, serviks atau uterus wanita saat terjadi ovulasi. Hal
ini pun menimbulkan pertanyaan etis mengenai kemurnian perkawinan yang
manghasilkan keturunan yang artificial. Hakekat keluarga dan campur tangn manusia
pada proses kehidupan.
3.
Abortus
a.
Penegertian
Menurut KUHP
-
Pengeluaran hasil konsepsi pada
setiap stadium perkembangannya sebelum masa kehamilan yang lengkap tercapai
(38-40 minggu)
-
Pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan (berat kurang dari 500 gram atau kurang dari
20 minggu). Dari segi medikolegal maka istilah abortus, keguguran, dan
kelahiran prematur mempunyai arti yang sama dan menunjukan pengeluaran janin
sebelum usia kehamilan yang cukup.
Dalam dunia
kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
- Aborsi
Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
- Aborsi
Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
- Aborsi
Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum
Aborsi
spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun.Kebanyakan disebabkan karena
kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi
buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan
sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai
suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si
pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi
terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan
buatan yang dilakukan atas indikasi medik.Sebagai contoh, calon ibu yang sedang
hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang
parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya.Tetapi
ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
b.
Penyebab
Adapun
penyebab melakukan tindakan aborsi tanpa rekomendasi medis adalah:
1.
Ingin terus melanjutkan sekolah atau
kuliah. Perlu dipikirkan oleh pihak sekolah bagaimanasupaya tetap dipertahankan
sekolah meski sedang hamil kalau terlanjur.
2.
Belum siap menghadapi orang tua atau
memalukan orang tua dan keluarga. Hal ini juga perlulegawa orang tua karena
psikologis anak sangat besar.
3.
Malu pada lingkungan sosial dan
sekitarnya
4.
Belum siap baik mental maupun
ekonomi untuk menikah dan mempunyai anak.
5.
Adanya aturan dari kantor bahwa tidak boleh
hamil atau menikah sebelum waktu tertentu karenaterikat kontrak.
6.
Tidak senang pasangannya karena
korban perkosaan.
PandanganAborsi Menurut Aspek Hukum ,Etika, Dan
Agama
1. Aspek Hukum
Menurut hukum-hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi
atau pengguguran janin termasuk kejahatan, yang dikenal dengan istilah "Abortus
Provocatus Criminalis".
Yang dikenai hukuman dalam hal ini :
Yang dikenai hukuman dalam hal ini :
- Ibu yang melakukan abortus
- Dokter/bidan/dukun/tenaga
kesehatan lain yang melakukan aborsi
- Orang-orang/pihak
yang mendukung terlaksananya aborsi
Beberapa pasal yang
terkait adalah :
- KUHP
pasal 299, 346, 347, 348, 349 tentang larangan pengguguran kandungan.
- UU RI
No. 1 tahun 1946 menyatakan aborsi merupakan tindakan pelanggaran hukum.
- UU RI
No. 7 tahun 1984 tentanf menghapus diskriminasi pada wanita.
- UU RI
No. 23 tahun 1992, pasal 15 : abortus
diperbolehkan dengan alasan medis.
- Pasal
77c : kebebasan menentukan reproduksi
- Pasal
80 : dokter boleh melakukan aborsi yang aman.
Apabila ditinjau dari
Human Rights (HAM) :
- Setiap
manusia berhak kapan mereka bereproduksi
- RUU
pasal 7 : berhak menentukan kapan dan jumlah reproduksi.
- RUU
Kesehatan pasal 63
2. AspekEtika Kedokteran
- Bunyi
lafal sumpah dokter : Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui dari pasien bahkan hingga pasien meninggal.
- Bunyi
lafal sumpah dokter : Saya akan menghormati setiap hidup insane mulai dari
pembuahan.
- Penjelasan
Pasal 7c KODEKI : Abortus Provokatus dapat dibenarkan dalam tindakan
pengobatan/media
- Pasal
10 KODEKI : Dokter wajib mengingat akan kewajibannya melindungi hidup tiap
insani.
Jika dilihat dalam etika kedokteran maka dokter yang
melakukan aborsi tersebut telah melanggar kode etik kedokteran yang berlaku di
Indonesia karena dalam KodeEtikjelastermuat bahwa seorang dokter dilarang
melakukan aborsi kecuali untuk alasan medis. Sehingga dokter tersebut
seharusnya dilaporkan kepada MKEK agar mendapat tindakan dari majelis tersebut
sehingga ke depannya tidak akan terjadi lagi.
3. Aspek Agama
Beberapa
pandangan agama tentang aborsi adalah sebagai beriku :
1. Islam
Majelis
Ulama Indonesia memfatwakan bahwa :
a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi
blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi).
b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang
bersifat darurat ataupun hajat.
c. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang
membolehkan aborsi adalah:
·
Perempuan
hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan
caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh
Tim Dokter.
·
Dalam
keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
d. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang
dapat membolehkan aborsi adalah:
·
Janin
yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit
disembuhkan.
·
Kehamilan
akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang didalamnya
terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.
e. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang
terjadi akibat zina.
4. Euthanasia
Euthanasia
berasal dari bahasa Yunani euthanathos yang artinya ‘mati dengan baik
tanpa penderitaan.Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu
untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien tersebut. Ada beberapa jenis euthanasia, dilihat dari cara
dilaksanakannya dibagi menjadi :
a) Euthanasia
Pasif
Merupakan
perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu
untuk mempertahankan hidup manusia.
b) Euthanasia
Aktif
Merupakan
perbuatan yang dilakukan secara medis melalui intervensi aktif oleh seorang
dokter atau perawat dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia. Euthanasia
aktif dibedakan atas :
1)
Euthanasia aktif langsung
Dilakukannya suatu tindakan medis secara
terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien atau memperpendek
hidup pasien, dikenal dengan mercy killing.
2)
Euthanasia aktif tidak langsung
Dilakukannya suatu tindakan medis untuk
meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko memperpendek
atau mengakhiri hidupnya. Contohnya pemberian obat penenang dalam jumlah yang
terus ditambahkan.
Sedangkan
dilihat dari bagaimana mendapatkannya, euthanasia dibedakan atas :
1)
Sukarela
Euthanasia didapatkan dengan cara diminta
oleh pasien sendiri secara sukarela dan berulang-ulang.
2)
Bukan atas permintaan pasien
Didapatkan atas permintaan keluarga pasien
karena pasien sudah tidak sadarkan diri dalam jangka waktu yang lama dan tidak
tahu kapan akan pulih kesadarannya.
a. Euthanasia
dilihat dari Sudut Pandang Hukum dan Kode Etik Kedokteran
Undang
undang yang tertulis dalam KUHP Pidana hanya melihat dari dokter sebagai pelaku
utama euthanasia, khususnya euthanasia aktif dan dianggap sebagai suatu
pembunuhan berencana, atau dengan sengaja menghilangkan nyawa
seseorang.Sehingga dalam aspek hukum, dokter selalu pada pihak yang
dipersalahkan dalam tindakan euthanasia, tanpa melihat latar belakang
dilakukannya euthanasia tersebut.Tidak perduli apakah tindakan tersebut atas
permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, untuk mengurangi penderitaan
pasien dalam keadaan sekarat atau rasa sakit yang sangat hebat yang belum
diketahui pengobatannya.
Di
lain pihak hakim dapat menjatuhkan pidana mati bagi seseorang yang masih segar
bugar yang tentunya masih ingin hidup, dan bukan menghendaki kematiannya seperti
pasien yang sangat menderita tersebut, tanpa dijerat oleh pasal pasal dalam
undang undang yang terdapat dalam KUHP Pidana. Berdasarkan hukum di Indonesia
maka euthanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat
dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344, 338,
340, 345, dan 359Kitab Undang-undang Hukum Pidana.Dari ketentuan tersebut,
ketentuan yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal
344 KUHP.
-
Pasal
344 KUHP
Barang
siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutnya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua
belas tahun. Untuk euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa
pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter.
-
Pasal
338 KUHP
Barang
siapa dngan sengaja menhilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati,
dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
-
Pasal
340 KUHP
Barang
siapa yang dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa
orang lain, di hukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan
hukuman mati atau pejara selama-lamanya seumur hidup atau penjara sementara
selama-lamanya dua puluh tahun.
-
Pasal
359
Barang
siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang, dihukum penjara selama-lamanya
lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Selanjutnya juga
dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk
berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.
-
Pasal
345
Barang
siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu, atau
memberikan
daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun
penjara. Berdasarkan penjelasan pandangan hukum terhadap tindakan euthanasia
dalam skenario ini, maka dokter dan keluarga yang memberikan izin dalam
pelaksanaan tindakan tersebut dapat dijeratkan dengan pasal 345 KUHP dengan
acaman penjara selama-lamanya empat tahun penjara.
Ikatan
Dokter Indonesia (IDI) tidak menyetujui Euthanasia aktif.Pasalnya hal itu tidak
sesuai dengan etika, moral, agama, budaya, serta peraturan perundang-undangan
yang ada. Secara etika, tugas dokter adalah memelihara dan memperbaiki
kehidupan seseorang, bukan mencabut nyawa atau menghentikan hidup seseorang .
Di
dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan Mentri Kesehatan Nomor:
434/Men.Kes./SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10: “Setiap dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani.” Kemudian
di dalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat
pada setiap makhluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan
hidupnya.Usaha untuk itu merupakan tugas seorang dokter. Dokter harus berusaha
memelihara dan mempertahankan hidup makhluk insani, berarti bahwa baik menurut
agama dan undang-undang Negara, maupun menurut Etika Kedokteran, seorang dokter
tidak dibolehkan:
a.
Menggugurkan kandungan (abortus
provocatus).
b.
Mengakhiri hidup seseorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak
mungkin akan sembuh lagi (euthanasia). Jadi sangat tegas, para dokter di Indonesia
dilarang melakukan euthanasia.Di dalam kode etika itu tersirat suatu
pengertian, bahwa seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan
kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia
(pasien), tetapi tidak untuk mengakhirinya.
c. Euthanasia Dari Sudut Pandang Pasien dan
Keluarganya
Keadaan
sakit yang dialami seseorang terkadang membuat pasien mudah putus asa dan
berpikir bahwa jalan terbik adalah mengakhiri hidupnya.Seorang pasien yang
mengalami penderitaan akibat penyakit yang menimbulkan rasa sakit luar biasa
berkepanjangan dengan solusi yang tidak ditemukan meski setelah dilakukan
berbagai macam pengobatan dan penelitian, membuat pasien tidak berfokus pada
jalan penyembuhan lagi namun berpendapat bahwa mengakhiri hidupnya adalah jalan
terbaik.
Dalam
beberapa kasus sang pasien juga mempertimbangkan kesusahan yang dialami oleh keluargnya.
Biaya yang tentunya tidak sedikit dan penyakit yang tidak kunjung sembuh
membuat pasien semakin putus asa karena menganggap dirinya telah menyusahkan
berbagai pihak. Itulah beberapa alasan euthnasia dianggap menjadi jalan keluar
terbaik yang bisa ia lakukan dan permhonan untuk euthanasia pun ia ajukan. Pasien
terkadang sudah dalam keadaan koma dan tidak sada secara akut dan permintaan
untuk tindakan euthanasia itu sendiri merupakan permintaan pihak keluarga.
Beberapa
keluarga mempunyai alasan tersendiri, misalkan sudah tidak tahan melihat
anggota keluarganya menahan sakit tak tertahankan walaupun segala usaha penyembuhan
telah dilakukan.Keluarga pun juga terpepet masalah biaya yang tentunya semakin
membengkak jika anggota keluarganya terus terbaring dan dirawat di rumah
sakit.Itulah aspek kemanusiaan dan ekonomi yang mendorong keluarga pasien untuk
mempertimbangkan jalan euthanasia.
Jika
dilihat dari tiap jenis euthanasia ada aspek moral dan etika yang harus menjadi
pertimbangan yang mendalam, mengingat penentuan hidup dan mati tidak di tangan
manusia.Apapun alasan untuk euthanasia pasti memerlukan jawaban yang tidak
mudah, apalagi bagi setiap orang yang memiliki agama tertentu dan meyakini
keajaiban Tuhan.Namun secara manusiawi, setiap orang pasti dihadapkan pada
pilihan-pilihan yang dianggap terbaik bagi semua pihak meskipun tidak selalu
memuaskan.Hal ini juga yang melandasi hukum di Indonesia untuk melarang
euthanasia dengan segala bentuknya.Namun harus dipikirkan pula jalan terbaik
untuk menekan biaya perawatan rumah sakit bagi mereka yang tanpa harapan hidup
tetapi harus mempertahankan hidup.Atau setidaknya jalan keluar agar orang-orang
yang berada di sekitar pasien tetap bisa hidup dan bertahan.
5. Transplantasi organ
Transplantasi adalah
pemindahan suatu jaringan atau organ manusia tertentu dari suatu tempat ke
tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh orang lain dengan persyaratan dan
kondisi tertentu.
Transplantasi
organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan
medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ tubuh yang
berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik
untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan organnya, karena hasilnya
lebih memuaskan dibandingkan dengan pengobatan biasa atau dengan cara terapi.
Hingga dewasa ini transplantasi terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun
tindakan medik ini tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus
dipertimbangkan dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya,
etika dan moral.
Transplantasi
organ merupakan sarana untuk menolong mereka yang organ tubuhnya mengalami
kerusakan atau disfungsi permanent. Ada beberapa jenis transplantasi yaitu :
a)
Autograft
Pemindahan jaringan atau organ dari satu
tempat ke tempat lain dalam tubuh itu sendiri.Misalnya
operasi bibir sumbung, imana jaringan atau organ yang diambil untuk menutup
bagian yang sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri
b)
Allograft
pemindahan
suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh yang lan yang sama
spesiesnya, yakni manusia dengan manusia. Homotransplantasi yang sering terjadi
dan tingkat keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan
kornea mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati, walaupun tingkat
kebrhsilannya belum tinggi.Transfusi darah sebenarnya merupakan bagian dari
transplntasi ini, karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia
(darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain (recipient).
Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh yang lain
yang sama spesiesnya.
c)
Isograft
Transplantasi
Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan atau organ dari seseorang ke tubuh
orang lain yang identik. Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik. Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang
identik.
d)
Xenograft
pemindahan
suatu jaringan atau organ dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain yang berbeda
spesiesnya. Misalnya antara species manusia dengan binatang.Yang sudah terjadi
contohnya daah pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon (sejenis
kera), meskipun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil. Pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lain yang
tidak sama spesiesnya.
f. Pandangan Tranplatasi Organ Menurut
Aspek Etik ,Hukum Dan Agama.
1.
Aspek Etik
Transplantasi
Transplantasi merupakan upaya terakhir untuk menolong
seorang pasien dengan kegagalan fungsi salah satu organ tubuhnya. Dari segi
etik kedokteran, tindakan ini wajib dilakukan jika ada indikasi, berlandaskan
beberapa pasal dalam KODEKI, yaitu:
-
Pasal 2
Seorang
dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi.
-
Pasal 10
Setiap
dokter harus senantiasa mengingat dan kewajibannya melindungi hidup insani.
-
Pasal 11
Setiap
dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
keterampilannya untuk kepentingan penderita.
2.
Aspek Hukum
Transplantasi
Dari segi hukum, transplantasi organ, jaringan dan sel tubuh dipandang
sebagai suatu usaha mulia dalam upaya menyehatkan dan menyejahterakan manusia,
walaupun ini adalah suatu perbuatan yang melawan hukum pidana, yaitu tindak
pidana penganiayaan.Tetapi karena adanya alasan pengecualian hukuman, atau paham
melawan hukum secara material, maka perbuatan tersebut tidak lagi diancam
pidana dan dibenarkan. Dalam PP no. 18 tahun 1981 tentang bedah mayat klinis,
bedah mayat anatomis dan transplantasi alat kerja serta jaringan tubuh manusia,
tercantum pasal-pasal tentang transplantasi sebagai berikut:
-
Pasal 1
a.
Alat tubuh manusia adalah kumpulan
jaringan-jaringan tubuh yang dibentuk oleh beberapa jenis sel dan mempunyai
bentuk serta faal (fungsi) tertentu untuk tubuh tersebut.
b.
Jaringan adalah kumpulan sel-sel
yang mempunyai bentuk dan faal (fungsi) yang sama dan tertentu.
c.
Transplantasi adalah rangkaian
tindakan kedokteran untuk pemindahan dan atau jaringan tubuh manusia yang
berasal dari tubuh orang lain dalam rangka pengobatan untuk menggantikan alat
dan atau jaringan tubuh yang tidak berfungsi dengan baik.
d.
Donor adalah orang yang
menyumbangkan alat atau jaringan tubuhnya kepada orang lain untuk keperluan
kesehatan.
e.
Meninggal dunia adalah keadaan
insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak,
pernapasa, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti.
Ayat yang di atas mengenai definisi meninggal dunia kurang jelas, karena itu IDI dalam seminar nasionalnya telah mencetuskan fatwa tentang masalah mati yang dituangkan dalam SK PB IDI No. 336/PB IDI/a.4 tertanggal 15 Maret 1988 yang disusul dengan SK PB IDI No. 231/PB.A.4/07/90. Dalam fatwa tersebut dinyatakan bahwa seseorang dikatakan mati, bila fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti (irreversibel), atau terbukti telah terjadi kematian batang otak.
3.
Transplantasi
Organ dari Segi Agama
a. Tansplantasi Organ dari Segi Agama Islam
1) Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup
mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan kematian si pendonor,
seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Hukumnya tidak diperbolehkan, Berdasarkan firman Allah SWT dalam Al – Qur’an :
1) surat Al – Baqorah ayat 195
” dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan ”
2) An – Nisa ayat 29
” dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ”
3) Al – Maidah ayat 2
” dan jangan
tolong – menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.“
2).Transplantasi Organ dari Donor yang Sudah meninggal
Allah telah mengharamkan pelanggaran terhadap kehormatan mayat
sebagaimana pelanggaran terhadap kehormatan orang hidup. Allah menetapkan pula
bahwa menganiaya mayat sama saja dosanya dengan menganiaya orang hidup.
Diriwayatkan dari A’isyah Ummul Mu’minin RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :
“Memecahkan tulang mayat itu sama dengan memecahkan tulang orang hidup.” (HR.
Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Amar bin Hazm Al Anshari RA, dia
berkata,”Rasulullah pernah melihatku sedang bersandar pada sebuah kuburan. Maka
beliau lalu bersabda : “Janganlah kamu menyakiti penghuni kubur itu !”
Hadits-hadits di atas secara jelas menunjukkan bahwa mayat mempunyai kehormatan
sebagaimana orang hidup. Begitu pula melanggar kehormatan dan menganiaya mayat
adalah sama dengan melanggar kehormatan dan menganiaya orang hidup.
Salah satu contoh kasus transplantasi organ:
Tragis menimpa Jsica Santilln, pasien 17 tahun, imigran Meksiko.
Dia meninggal 2 minggu setelah menerima cangkok jantung dan paru-paru dari
orang lain dengan golongan darah berbeda. Dokter di Duke University Medical
Center gagal memeriksa kompatibilitas sebelum operasi dimulai.Santilln yang
memiliki jenis darah O, telah menerima organ dari tipe donor A. Setelah operasi
transplantasi ke dua untuk memperbaiki kesalahan, Jesica malah menderita
kerusakan otak dan komplikasi lain hingga meninggal.
Padahal Santilln sudah tiga tahun datang ke Amerika Serikat untuk
mencari perawatan jantung dan paru-paru. Transplantasi jantung dan paru-paru
oleh Dokter Ahli Bedah Rumah Sakit di Universitas Duke di Durham diharapkan
akan memperbaiki kondisi ini, namun bukan kesehatan diraih, tapi kematian.
6. Penghentian
pemberian makanan, cairan dan pelepasan alat bantu kehidupan
Makanan
dan cairan merupakan kebutuhan dasar manusia, jadi sudah kewajiban paramedis
untuk memberikannya kepada pasien. Namun didalam hal tertentu hal ini akan
menghambat pemulihan pasien sehingga untuk sementara harus
dihentikan, apalagi dalam keadaan pre dan post operasi dimana makanan dapat
membahayakan jiwa pasien.
Penghentian
ini kadangkala tidak diterima baik oleh pasien sehingga dianggap sebagai
sesuatu yang menyiksa.Tetapi dilematis seperti ini harus bisa diatasi paramedis
dengan sebaik-baiknya, karena tujuan penghentian tersebut demi kebaikan pasien
sendiri.
7. AIDS
Penyakit
ini telah menjadi momok sejak merebaknya pada era 80-an. Ketiadaan obat dan
kemudahan terjadinya pemaparan penyakit telah membuat orang menjadi takut pada
dampak AIDS. Apalagi akhirnya adalah kematian ditambah dengan pandangan
masyarakat yang menganggapnya sebagai kutukan kerena dosa manusia, meskipun
AIDS bisa menulari siapa saja, kapan saja, dimana saja tanpa perlu perlu orang
tersebut berbuat dosa terlebih dahulu. Contohnya melalui donor darah yang
berasal dari penderita AIDS.
Dilema yang sama dirasakan oleh paramedis, pekerjaannya mau tidak mau
berhubungan langsung dengan penyakit dan pemaparannya. Oleh karena itu sikap
menjaga diri (preventif) dan hati-hati adalah hal yang sangat manusiawi, karena
bagaimanapun mereka masih memiliki rasa takut. Tapi hal ini terkesan manjaga
jarak dan memperlakukan pasien secara berbeda akibatnya pasien
merasa tidak nyaman, meskipun sebenarnya tidaklah demikian.
Kerumitan
semacam ini harus diatasi dengan banyak pengertian dan pendekatan yang lebih
simpatik dan menumbuhkan rasa percaya antara dokter dan pasien.
8. Berkata
jujur
Kejujuran
adalah faktor etis yang paling sulit dan penuh dilema bagi pelaku
kesehatan.Namun yang terpenting dasar dari bahwa tujuan dari kejujuran tersebut
untuk kebaikan.Tetapi kejujuran ini bersifat prima facie (tidak mutlak),
apalagi jika kejujuran tersebut justru menimbulkan pasien shock dan tidak mau
lagi meneriam segala bentuk pengobatan bagi dirinya, maka tidak mengatakan
apapun adalah pilihan terbaiknya.
9. Kelainan
perilaku seksual atau perbedaan orientasi orientasi seksual
2.3. Teori Dasar
Pembuatan Keputusan Etis
Pengambilan
keputusan legal etik adalah cara mengambil keputusan dari suatu permasalahan
yang disesuaikan dengan keabsahan suatu tata cara pengambilan keputusan baik
secara umum ataupun secara khusus.
Teori Dasar
Pembuatan Keputusan
1. Teori Teleologi
Merupakan suatu doktrin
yang menjelaskan fonomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau
konsekuensi yang dapat terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil
akhir yang terjadi pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal dan
ketidakbaiakan sekecil mungkin bagi manusia.
Teleologi
dibedakan menjadi :
a. Rule Utilitarianisme
Berprinsip bahwa manfaat atau nilai
dari suatu tindakan bergantung pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada
manusia.
b. Act Utilitarianisme
Bersifat
lebih terbatas, tidak melibatkan aturan umum tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu dengan
pertimbangan terhadap tindakan apa yang dapat
memberikan kebaikan sebanyak banyaknya
atau ketidakbaikan sekecil kecilnya pada individu.
2. Teori
Deontologi
Deontologi
berprinsipsuatu aksi atau tindakan dan menekan pada nilai moralnya serta tindakan
secara moral benar atau salah Perinsip moral atau yang terkait dengan tugasnya
harus bersifat univesal dan tidak kondisional. Terori ini dikembangkan menjadi
5 perinsip:
a.
Kemurahan hati
b.
Keadilan
c.
Otonomi
d.
Kejujuran
e. Ketaatan
Berdasarkan kebutuhan, jenis keputusan yang dipakai meliputi
:
a. Keputusan strategis, keputusan yang
dibuat oleh eksekutif tertinggi.
b. Keputusan administratif, yaitu
keputusan yang dibuat manajer tingkat menengah dalam menyelesaikan masalah yang
tidak biasa dan mengembangkan teknik inovatif untuk perbaikan jalannya
kelembagaan.
c. Keputusan operasional, yaitu keputusan rutin
yang mengatur peristiwa harian yang dibuat sesuai dengan aturan kelembagaan,
dan peraturan-peraturan lainnya.
Berdasarkan situasi yang
mendorong dihasilkannya suatu keputusan , keputusan manajemen dibagi menjadi
dua macam:
a. Keputusan terprogram, yaitu
keputusan yang diperlukan dalam situasi menghadapi masalah. Masalah yang biasa
dan yang terstruktur memunculkan kebijakan dan keseimbangan dan peraturan untuk
membimbing pemecahan peristiwa yang sama. Misalnya keputusan tentang cuti
hamil.
b. Keputusan yang tidak terprogram,
yaitu keputusan kreatif yang tidak terstruktur dan bersifat baru, yang dibuat
untuk menangani situasi tertentu. Misalnya keputusan yang berkaitan dengan
pasien.
Berdasarkan proses pembuatan
keputusan, keputusan manajemen juga dapat dibedakan menjadi dua model:
a. Keputusan model normatif atau model
ideal memerlukan proses sistematis dalam pemilihan satu alternative dan
beberapa alternatif; perlu waktu yang cukup untuk mengenal dan menyukai pilihan
yang ada.
b. Keputusan model deskriptif (pendekatan, lebih
pragmatis) berdasarkan pada pengamatan dalam membuat keputusan yang memuaskan
ataupun yang terbaik.
Pengambilan keputusan dalam
keperawatan diaplikasikan dengan cara membangun model dari beberapa disiplin
ilmu antara lain ekonomi, filosofi, politik, psikologi, sosiologi, budaya,
kesehatan, dan ilmu kperawatan itu sendiri.
1. Berpikir Kritis
Untuk dapat mengambil keputusan yang
benar perawat harus dapat menerapkan pola berpikir kritis. Marriner
A-Tomey(1996) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan elemen-elemen
yang yang berasal dari dimensi dasar yang memberikan logika umum untuk suatu
alasan mengapa kegiatan tersubut dilakukan. Elemen-elemen tersebut meliputi
tujuan, pusat masalah atau pertanyaan yang mengarah pada isu yang berkembang,
sudut pandang atau kerangka referensi, dimensi empiris, dimensi konsep, asumsi,
implikasi dan konsekuensi yang ada, serta kesimpulan.
2. Analisis Kritis
Analisis kritis merupakan instrumen
yang digunakan dalam berpikir kritis dengan mengembangkan beberapa pertanyaan
tentang isu yang ada dan validitasnya, karena pertanyaan-pertanyaan tersebut
dapat membantu dalam menganalisis tahap-tahap dalam pengambilan keputusan.
Pertanyaan
dalam analisis kritis
1.
Apakah isu tersebut nyata?
2.
Asumsi apa yang paling utama?
3.
Apakah ada bukti nyata yang valid dan dapat dipercaya?
a. Yang
harus dicari
1) Akurasi data
2) Konsistensi
3) Adanya hubungan/keterkaitan
4) Efek dari kasus
5) Masukkan dalam bingkai pertimbangan
6) Identifikasi secara jelas tentang
nilai dan perasaan
b.
Apa yang keluar/tampak
1) Bias
2) Apa yang menimbulkan munculnya emosi
3) Tidak konsisten
4) Kontradiksi
5) klise
c.
Apakah ada konflik dengan sistem yang dianut?
3. Berpikir Logis Dan Kreatif
Hernacki M. dan Bobbi D.P (2001)
menyatakan bahwa berpikir logis dan kreatif mempunyai keuntungan-keuntungan
seperti memaksimalkan proses-proses pemecahan masalah secara kreatif,
membiarkan otak kanan bekerja pada situasi-situasi yang menantang, memahami
peran paradigma pribadi dalam proses-proses kreatif, mempelajari bagaimana
curah-gagasan(brain Storming) dapat memberikan pemecahan inovatif bagi berbagai
masalah, dan menemukan keberhasilan dalam “berpikir tentang hasil(outcome
thinking)”.
4. Pemecahan Masalah
Marriner A-Tomey (1996), dalam
Sumijatun (2009) menyatakan bahwa mekanisme berpikir dari otak manusia telah
dikonsepkan dalam dua sisi, sisi kanan adalah intuitif dan konseptualyang
digunakan untuk mendorong kreativitas berpikir; sedangkan sisi kiri adalah
analisis dan rangkaian-rangkaian.
Hernacki
M. dan Bobbi D.P (2001) menyatakan bahwa pemecahan masalah dikenal adanya 7
istilah yang sering digunakan, yakni berpikir vertikal, lateral, kritis,
analitis, strategis, berpikir tentang hasil, dan juga berpikir kreatif.
Model Pengambilan Keputusan Etik
a. Kozier, dkk(1997)
1) Mengidentifikasi fakta dan situasi
spesifik
2) Menerapkan prinsip dan teori etika
keperawatan
3) Mengacu kepeda kode etik keperawatan
4) Melihat dan mempertimbangkan
kesesuaiannya untuk klien
5) Mengacu pada nilai yang dianut
6) Mempertimbangkan faktor lain seperti
nilai, kultur, harapan, komitmen, penggunaan waktu, kurangnya pengalaman,
ketidaktahuan atau kecemasan terhadap hukum, dan adanya loyalitas terhadap
publik.
b.
Potter dan Perry (2005)
1) Menunjukkan maksud baik, mempunyai anggapan
bahwa semua orang mempunyai maksud yang baik untuk menjelaskan masalah yang
ada.
2) Mengidentifikasi semua orang
penting, menganggap bahwa semua orang yang terlibat dalam proses pengambilan
keputusan merupakan orang penting dan perlu didengar pendapatnya.
3) Mengumpulkan informasi yang relevan,
informasi yang relevan meliputi data tentang pilihan klien, sistem keluarga,
diagnosis dan prognosis medis, pertimbangan sosial, dan dukungan lingkungan.
4) Mengidentifikasi prinsip etik yang
dianggap penting
5) Mengusulkan tindakan alternatif
6) Melakukan tindakan terpilih
Tahap- Tahap
Pengambilan Keputusan
1. Mengidentifikasi
masalah.
2. Mengumpulkan
data masalah.
3. Mengidentifikasi
semua pilihan/ alternative
4. Memikirkan
masalah etis secara berkesinambungan.
5. Membuat
keputusan
6. Melakukan
tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil evaluasi tindakan.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Etis Dalam Praktik Keperawatan
1. Factor
agama dan adat istiadat
2. Factor
sosial
3. Factor
IPTEK
4. Factor
Legislasi dan eputusan yuridis
5. Factor
dana atau keuangan
6. Factor
pekerjaan atau posisi klien atau perawat
7. Factor
kode etik keperawatan
2.4. Kerangka Pembuatan
Keputusan Etis
1.
Proses Pengambilan Keputusan
Pengambil
keputusan yang optimal adalah rasional.Artinya dia membuat pilihan
memaksimalkan nilai yang konsisten dalam batas-batas tertentu.Terdapat
asumsi-asumsi khusus yang mendasari model ini. Asumsi tersebut yaitu :
a) Model Rasional
Enam langkah dalam model pengambilan
keputusan rasional diurutkan sebagai berikut :
1) Tetapkan
masalah
2) Identifikasikan
criteria keputusan
3) Alokasikan
bobot pada criteria
4) Kembangkan
Alternatif
5) Evaluasi
alternatif
6) Pilihlah
alternatif terbaik
b) Asumsi
Model
Model pengambilan keputusan rasional
yang baru saja digambarkan mengandung sejumlah asumsi sebagai berikut :
1) Kejelasan
masalah
2) Pilihan-pilihan
diketahui
3) Pilihan yang
jelas
4) Pilihan yang
konstan
5) Tidak ada
batasan waktu atau biaya
6) Pelunasan maksimum
Etika Dalam Pengambilan Keputusan
Pertimbangan
etis merupakan suatu criteria yang penting dalam pengambilan keputusan
organisasioanal.Tiga cara yang berlainan untuk embuat kerangka keputusan
dan memeriksa factor-faktor yang membentuk perilaku pengambilan keputusan etis.
Tiga criteria keputusan etis tersebut yaitu :
- Kriteria
Utilitarian, keputusan diambil semata-mata atas hasil atau
konsekuensi mereka. Pada kriteria ini mendorong efisiensi dan
produktivitas, tetapi dapat mengakibatkan pengabaian hak dari beberapa
individu.
- Kriteria
menekankan pada hak, mempersilahkan individu untuk
mengambil keputusan yang konsisten dengan kebebasan dan keistimewaan
mendasar. Penggunaan hak sebagai kriteria dapat memberikan
kebebasan dan perlindungan kepada individu, tetapi dapat merintangi
efisiensi dan produktivitas.
Kriteria
menekankan pada keadilan, mensyartkan individu untuk mengenakan dan memperkuat
aturan-aturan secara adil dan tidak berat sebelah sehingga ada pembagian
manfaat dan biaya yang pantas.Melindungi kepentingan individu yang kurang terwakili
dan yang kurang berkuasa, tetapi kriterian ini dapat mendorong kepemilikian
yang akan mengurangi pengambilan risiko, inovasi, dan produktivitas.
Tiga Kriteria Keputusan
Etis
1. Utiliteranisme :Keputusan dibuat untuk memberikan
manfaat yang terbesar bagi jumlah yang terbesar.Dan ini konsisten dengan
tujuan-tujuan efisiensi, produktifitas
dan laba tinggi.
Misal ; Outsourcing, relokasi perusahaan.
Misal ; Outsourcing, relokasi perusahaan.
2. Hak :Keputusan individu atas dasar hak
individu mereka.Misal : pengungkapan masalah perusahaan terhadap pihak luar.
3. Keadilan:Aturan-aturan
harus adil dan tidak berat sebelah (missal : upah sama untuk pekerjaan yang
sama).
2.5. Penyelesaian
Masalah Etis
Metode Pemecahan Masalah
Masalah adalah perbedaan antara keadaan nyata sekarang
dengan keadaan yang dikehendaki. Dalam manajemen diperlukan proses pemecahan
masalah secara sistematis. Hal ini perlu untuk mengatasi kesulitan pada waktu
membuat keputusan, misalnya menghadapi situasi yang tidak diduga (pada keputusan
yang tidak terprogram atau tidak rutin).
Elemen-elemen dari proses pemecahan masalah:
1)
Masalah
2)
Desired state (keadaan yang
diharapkan)
3)
Current state (keadaan saat ini)
4)
Pemecah masalah/manajer
5)
Adanya solusi alternatif dalam
memecahkan masalah
6)
Solusi.
Hal lain yang harus diketahui dalam pemecahan masalah
adalah, harus mengetahui perbedaan antara masalah dengan gejala. Pertama,
gejala dihasilkan oleh masalah.Kedua, masalah menyebabkan gejala. Ketiga,
ketika masalah dikoreksi maka gejala akan berhenti, bukan sebaliknya.
Proses pemacahan masalah menurut John Dewey, Profesor
di Colombia University pada tahun 1970, mengidentifikasi seri penilaian
pemecahan masalah:
- Mengenali kontroversi (masalah)
- Menimbang klaim alternatif.
- Membentuk penilaian (solusi).
Secara umum, pemecahan masalah dalam manajemen
menggunakan tahap pemecahan masalah sebagai berikut:
1.
Menyelidiki Situasi
Suatu
penyelidikan yang diteliti perlu dilakukan berdasarkan tiga aspek, yaitu aspek
penentuan masalah, pengenalan tujuan dan penentuan diagnosis.
2.
Mengembangkan Alternative
Sebelum
mengambil keputusan, pemecahan masalah memerlukan penemuan berbagai alternative
yang kreatif dan imajinatif.
3. Mengevaluasi
berbagai alternative dan menetapkan pilihan yang terbaik
Setelah mengembangkan seperangkat
alternative, manajer harus mengevaluasinya
untuk melihat keefektifan setiap alternative melalui dua kriteria, yaitu seberapa realistis
alternative itu dipandang dari sumber daya organisasi
yang dimiliki dan seberapa baik alternative itu akan membantu memecahkan masalah.
4.
Melaksanakan keputusan dan Menetapkan tindak lanjut.
Penyelesaian
Etis Di Pelayanan Rumah Sakit
Perawat didefinisikan sebagai pemecah masalah (problem
solvers).Fokus utama pendidikan keperawatan adalah untuk belajar bagaimana
menyelesaikan masalah asuhan keperawatan pasien.
Disamping kemampuan untuk menghadapi masalah fisik pasien,
banyak perawat merasa tidak mampu ketika menghadapi dilema etik terkait asuhan
pasien.Perasaan ini dapat terjadi akibat perawat tidak terbiasa dengan teknik
penyelesaian masalah yang sistematik untuk dilema etis. Akan tetapi, perawat
dalam ruang lingkup pelayanan kesehatan dapat mengembangkan keterampilan
penyelesaian masalah yang perlu untuk mengambil keputusan etis ketika mereka
belajar dan berlatih menguunakan proses penyelesaian etis.
Proses penyelesaian etis dapat memberikan suatu metode bagi
perawat untuk menjawab pertanyaan penting tentang diema etis dan untuk
mengarahkan pikiran mereka agar berpikir lebih logis dan bersikap benar.
Tujuan utama proses penyelesaian
etis adalah menentukan yang benar dari yang salah dalam situasi dimana tidak
ada atau tidak terlihat batasan yang jelas dalam mengambil keputusan memahami
sistem stis yang ada, mengetahui isi dari sistem etis dan mengerti sistem yang
diaplikasikan terhadap masalah penyelesaian etis yang sama dengan variabel yang
lebih dari satu.
Masalah masalah yang timbul dalam praktik keperawatan
terkait dengan tanggung jawab dan tanggung gugat. isu bioetis,yang terkait
dengan praktik keperawatan yang berhubungan sesama perawat dan profesi lain
.isu etis ini muncul hampir terjadi disemua bidang keperawatan
Tanggung Gugat dapat diartikan sebagai bentuk
partisipasi perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan keputusan
itu konsekuensi-konsekunsinya. Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat
artinya bila ada pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya. Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
profesinya.Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau tindakan yang
dilakukannya. Hal ini bisa dijelaskan dengan mengajukan tiga pertanyaan berikut
:
a.
Kepada siap tanggung
gugat itu ditujukan ?
b.
Apa saja dari perawat
yang dikenakan tanggung gugat ?
c.
Dengan kriteria apa
saja tangung gugat perawat diukur baik buruknya ?
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Berbagai
permasalahan etik dapat terjadi dalam tatanan klinis yang melibatkan interaksi
antara klien dan perawat.Permasalahan bisa menyangkut penentuan antara
mempertahankan hidup dengan kebebasan dalam menentukan kematian, upaya menjaga
keselamatan klien yang bertentangan dengan kebebasan menentukan nasibnya, dan
penerapan terapi yang tidak ilmiah dalam mengatasi permasalah klien.Dalam
membuat keputusan terhadap masalah etik, perawat dituntut dapat mengambil
keputusan yang menguntungkan pasien dan diri perawat dan tidak bertentang
dengan nilai-nilai yang diyakini klien.Pengambilan keputusan yang tepat
diharapkan tidak ada pihak yang dirugikan sehingga semua merasa nyaman dan mutu
asuhan keperawatan dapat dipertahankan.
Permasalahan
etika keperawatan pada dasarnya terdiri dari lima jenis, yaitu :
1. Kuantitas Melawan Kuantitas Hidup
2. Kebebasan Melawan Penanganan dan pencegahan Bahaya.
3. Berkata secara jujur melawan berkata bohong
4. Keinginan terhadap pengetahuan yang bertentangan dengan
falsafah agama, politik, ekonomi dan ideologi
5. Terapi ilmiah konvensional melawan terapi tidak ilmiah
dan coba-coba
3.2.Saran
Sebaiknya, menjadi seorang perawat itu harus mematuhi semua kode etik
profesi, dan menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.Sehingga permasalah
etik dalam bidang kesehatan dapat dihindari.
Daftar
Pustaka
Sumijatun.2011. Membudayakan Etika
dalam Praktik Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.
Suhaemi,
Mimin Emi. 2002. Etika Keperawatan.
Jakarta: Kedokteran EGC.
Ismaini, N. 2001.Etika
Keperawatan. Jakarta : Widya Medika
Amir & Hanafiah, (1999). Etika
Kedokteran dan Hukum Kesehatan, edisi ketiga: Jakarta: EGC.
Kozier. (2000). Fundamentals of
Nursing : concept theory and practices. Philadelphia. Addison Wesley.
Carol T,Carol
L, Priscilla LM.
1997. Fundamental Of
Nursing Care, Third Edition, by Lippicot Philadelpia, New York.
http://www.peutuah.com/kasus-hubungan-antara-perawat-dan-klien/. Diakses 19 oktober 2011, time 10:15pm.
annaregina25.blogspot.com/2013/06/permasalahan-dasar-etika-kesehatan.html